Bukittinggi-Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Barat (Sumbar) di bawah kepemimpinan Gubernur Mahyeldi jangan hanya mampu mengucapkan selamat hari lahir pancasila.
Oleh: Muhammad Fikri, S.H (Ketua PC TIDAR Kota Bukittinggi)
Baca juga:
Tony Rosyid: Tunda Pemilu dan PJ Presiden
|
Akan tetapi, harus mencerminkan setiap nilai-nilai yang terkandung di dalam-nya, terutama terhadap nasib guru honorer.
Hal ini ditandai dengan upah yang diterima oleh setiap guru honorer yang ada di Sumbar hanya dibayarkan Rp 50.000/jamnya.
Upah tersebut tidak mencerminkan nilai-nilai sila kelima dari pancasila. Dimana letak keadilan sosial-nya dan rasa kemanusiaan yang adil dan beradab.
Sedangkan mereka para guru honorer dituntut untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, tapi hanya dihargai Rp 50.000/jam dan sebulan itu cuma dihitung 24 jam kerja.
Baca juga:
Belanja Daerah yang Efektif di Masa Pandemi
|
Padahal maksud dari sila kelima dari pancasila "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia" adalah pemerataan keadilan terhadap kesejahteraan sosial.
Pemerataan tersebut harus dilakukan dengan kebijakan yang berorientasi terhadap pengurangan kesejangan sosial dengan tujuan memberikan kehidupan yang layak bagi seluruh rakyat indonesia tidak terkecuali guru honorer di sumatera barat.
Dengan upah yang diterima para guru honerer di Sumbar setiap bulan hanya Rp1.200.000, mustahil pemerataan keadilan terhadap kesejahtetaan guru honorer.
Juga sangat tidak mungkin bagi para guru honorer untuk mencapai suatu kehidupan yang layak bagi mereka, menginggat tinggi nya biaya hidup masa kini.
Jika Pemprov Sumbar di bawah kepemimpinan Gubernur Mahyeldi tidak juga memgambil kebijakan untuk menaikan gaji para guru honorer di Sumbar, itu arti-nya Pemprov Sumbar di bawah kepemimpinan Mahyeldi selaku Gubernur Sumatera Barat tidak pancasilais terhadap guru honorer.
Hal ini dikarenakan kebijakan tersebut tidak memiliki orientasi terhadap mengurangi kesenjangan sosial, dan memberikan kehidupan yang layak terhadap guru honorer yang ada di Sumatera Barat. (*)